Dampak sosio-ekonomi dari banjir di Jakarta

Jakarta sangat rentan terhadap banjir karena terletak di daerah dataran rendah, dengan ketinggian sekitar tujuh meter dan dengan 13 sungai yang melintasi kota ini. Banjir terjadi setiap tahun dan berdampak terhadap sebagian besar penduduk Jakarta. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional melaporkan bahwa banjir pada tahun 2007 merendam sekitar 70 persen kota dan lebih dari 140.000 rumah. Kerugian akibat banjir pada tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp 5,16 triliun.

Pemerintah Jakarta telah menjalankan sejumlah inisiatif untuk mengurangi risiko banjir. Walaupun demikian, banjir tetap menjadi masalah bagi Jakarta. Penyebab utamanya adalah masalah yang masih terjadi secara terus-menerus akibat infrastruktur yang tidak memadai dan pertumbuhan penduduk yang tinggi di ibu kota salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia. Selain itu, biaya proyek yang diperlukan untuk mengurangi banjir di Jakarta tergolong signifikan. Dengan demikian, upaya untuk mengurangi risiko banjir di Jakarta tetap menjadi tantangan yang harus ditangani oleh pemerintah Indonesia sebagai prioritas utama dalam manajemen bencana. Masyarakat sipil dan sektor swasta juga tentunya perlu berkontribusi dalam mengurangi dampak risiko banjir di Jakarta. Informasi mengenai dampak sosio-ekonomi dari banjir terhadap rumah tangga perlu disediakan untuk mendorong mereka agar berpartisipasi dan berkontribusi secara efektif.

Proyek ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang dampak ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh banjir terhadap individu dan masyarakat. Dengan demikian, studi ini berkontribusi sebagai sumber pengetahuan yang menjadi informasi dalam membuat kebijakan pembangunan, yang berpotensi mengarah pada penggunaan dana bantuan asing yang lebih efektif dan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanan kawasan.

Proyek ini melakukan survei rumah tangga untuk mengumpulkan data tentang dampak sosio-ekonomi yang diakibatkan oleh banjir di Jakarta. Kuesioner dikembangkan sesuai dengan hasil dari wawancara mendalam dan kajian pustaka yang dilakukan pada awal penelitian. Wawancara individu dengan menggunakan komputer yang dikembangkan oleh Survey Solution-Bank Dunia digunakan, alih-alih survei berbasis kertas konvensional.

Untuk memastikan kualitas dan validitas data, survei ini menggunakan metode random sampling. Data peta banjir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana juga digunakan untuk memperoleh informasi tentang daerah yang mengalami banjir setiap tahun, terkadang banjir dan tidak pernah banjir di Jakarta. Sebanyak 1.119 survei rumah tangga di Jakarta berhasil dikumpulkan. Kunjungan lanjutan juga dilakukan ke rumah tangga tersebut untuk mendapatkan informasi tentang dampak sosio-ekonomi dari banjir.

Penelitian ini menemukan beberapa indikasi bahwa rumah tangga dengan tingkat pendapatan/pengeluaran yang lebih tinggi cenderung mengalami banjir. Frekuensi banjir terendah ditemukan pada rumah tangga yang memiliki rumah sendiri. Pola penurunan frekuensi banjir juga terlihat dari indikator daya listrik. Semakin tinggi daya yang dipasang di sebuah rumah, semakin kecil kemungkinan rumah tangga tersebut mengalami banjir. Rumah tangga yang memiliki fasilitas sanitasi sendiri lebih sedikit mengalami banjir daripada rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas sanitasi sendiri.

Fakta bahwa rumah tangga yang kurang mampu cenderung mengalami banjir sangat mengkhawatirkan karena rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas sanitasi rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh banjir. Pola yang sama juga terlihat dalam masalah ketahanan pangan. Walaupun survei ini hanya mengidentifikasi sejumlah kecil rumah tangga dengan masalah ketahanan pangan, sebagian besar dari mereka juga menghadapi banjir, sehingga kondisi mereka semakin mengkhawatirkan.

Dampak banjir dapat berupa kerusakan aset, gangguan terhadap aktivitas dan mata pencaharian, dan masalah kesehatan. Hasil survei menunjukkan bahwa dua pertiga penduduk telah mengalami pemadaman listrik dan gangguan tergadap kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, sekolah dan kegiatan di rumah, selama banjir. Setengah dari penduduk juga mengalami masalah pasokan air; hanya sekitar 20 persen di antaranya menderita penyakit atau telah dievakuasi. Kami menemukan bahwa 15 persen rumah tangga merasa tidak terganggu selama banjir.

Banjir juga menambah pengeluaran rumah tangga. Sekitar 60 persen dari korban menyatakan bahwa pengeluaran mereka bertambah untuk makanan dan minuman, perlengkapan sanitasi dan peralatan untuk membersihkan puing-puing banjir, seperti lumpur dan sampah.

Dari segil kerusakan bangunan, sekitar setengah dari korban menyebutkan bahwa banjir menyebabkan kerusakan pada dinding sehingga lembap dan berjamur. Dalam jangka panjang, ini bisa menimbulkan masalah serius bagi para korban karena dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Walaupun demikian, seperempat dari mereka menyatakan bahwa banjir tidak menimbulkan kerusakan pada bangunan. Kami menemukan bahwa banjir tidak menimbulkan banyak masalah kesehatan bagi para korban

Yang menarik, tiga perlima korban banjir mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana khusus untuk mengurangi risiko banjir; dengan kata lain, mereka tidak akan melakukan apa pun untuk mengantisipasi banjir di masa depan.

Hasil dan capaian

Responden ditanyai apakah mereka bersedia untuk berpartisipasi dalam skema asuransi indeks banjir dan program anti-banjir. Asuransi indeks banjir adalah asuransi yang akan memberikan sejumlah uang jika banjir melebihi standar tertentu di bendungan sungai. Program anti-banjir adalah program pemerintah yang menjamin bahwa banjir tidak akan terjadi di masa depan.

Sebagian besar responden bersedia mengambil asuransi jika premi awalnya Rp10.000 per bulan. Mayoritas responden masih bersedia mengambil asuransi walaupun harganya dua kali lipat. Hal yang hampir sama juga terlihat untuk program anti-banjir. Sebagian besar responden bersedia membayar premi antara Rp20.000 – Rp100.000 per bulan. Di sisi lain, rumah tangga yang berisiko terkena banjir tampaknya cenderung tidak melakukan apa-apa dan menerimanya sebagai hal yang lazim terjadi. Program edukasi untuk mitigasi dan adaptasi banjir perlu diberikan guna membantu masyarakat menanggulangi banjir.

People

Outputs

The cost of floods in developing countries’ megacities: a hedonic price analysis of the Jakarta housing market, Indonesia

By José Armando Cobián Álvarez (ANU) and Budy P. Resosudarmo (ANU)