Persepsi pemuda Indonesia tentang peran mereka di Indonesia dan peran Indonesia di kawasan
Proyek ini berupaya untuk memahami keterlibatan kaum muda dalam membentuk agenda domestik Indonesia dan persepsi mereka tentang peran Indonesia di kawasan dan di tingkat internasional dalam konteks tren yang tampaknya saling bertentangan antara westernisation dan Islamisasi.
Terlepas dari potensinya yang besar, Indonesia dijuluki sebagai ‘hal tak terlihat terbesar di planet ini’ karena tak dapat menggambarkan dirinya dengan baik kepada dunia. Akan tetapi, kondisi ini sudah mulai berubah seiring dengan generasi yang dibesarkan setelah kejatuhan rezim Orde Baru yang otoriter pada tahun 1998. Generasi melek teknologi Indonesia semakin berupaya untuk memproyeksikan image Indonesia yang lebih positif kepada dunia. Pada saat yang sama, intoleransi agama dan etnis semakin mengancam semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ negara. Namun, tidak banyak yang diketahui tentang pandangan politik dan tingkat keterlibatan kelompok pemuda yang tumbuh di Indonesia saat ini, pasca-Orde Baru dan konteksnya yang tampaknya bertentangan dengan bertambahnya keterbukaan internasional dan meningkatnya intoleransi domestik.
Dengan mempelajari pandangan mereka tentang otoritas, keanekaragaman, hak asasi manusia, dan partisipasi politik, proyek ini berupaya untuk memahami persepsi kaum muda perkotaan kelas menengah tentang bagaimana warga Indonesia harus berpartisipasi dalam debat publik tentang isu-isu politik dan sosial dalam negeri. Proyek ini juga berupaya untuk mendapatkan wawasan tentang dampak dari media dan pendidikan pada persepsi kaum muda tentang peran Indonesia di kawasan ini dan sikap mereka terhadap hubungan Indonesia dengan orang lain di kawasan ini, termasuk Australia. Isu pencari suaka digunakan sebagai studi kasus.
Isu pencari suaka dipilih karena isu ini memungkinkan kajian mengenai hubungan dengan Australia, menambah pemahaman tentang pandangan kaum muda Indonesia terhadap peran negara mereka dalam hubungan ini, serta pandangan mengenai posisi Indonesia secara lebih luas di kawasan tersebut.
Bersamaan dengan kolaborasi ilmiah antara peneliti Australia dan Indonesia, proyek ini juga menghasilkan output kreatif untuk mempromosikan berbagai penelitian etnografi kepada masyarakat luas. Kolaborasi ini menghasilkan dua film pendek, ‘Respite’ dan ‘Out Performing Out of Limbo ’, yang menggambarkan hubungan antarindividu antara pemuda Indonesia dan pengungsi di Jakarta dan Makassar.
Tujuan
- Untuk mendapatkan wawasan tentang persepsi kaum muda perkotaan kelas menengah mengenai siapa atau bagaimana warga Indonesia harus melakukan perubahan politik dan sosial dengan mempelajari persepsi mereka tentang otoritas, keragaman, hak asasi manusia, keterlibatan dan solidaritas regional, serta demokrasi.
- Untuk mendapatkan wawasan tentang dampak media dan pendidikan terhadap persepsi kaum muda mengenai peran Indonesia di kawasan dan sikap mereka terhadap hubungan Indonesia dengan negara lain di kawasan, termasuk Australia, dengan menggunakan masalah pencari suaka sebagai studi kasus.
- Untuk melibatkan pemuda Indonesia secara langsung dalam penelitian melalui kompetisi untuk film pendek yang merefleksikan cara mereka berpikir tentang peran mereka di Indonesia dan peran Indonesia di kawasan
- Untuk melibatkan peneliti Indonesia dan Australia dalam proyek kolaborasi yang dikembangkan berdasarkan kolaborasi sebelumnya dan menyertakan peneliti senior
Penelitian kualitatif ini dilakukan di Jabodetabek dan Makassar dan memiliki tiga komponen: Focus group discussion (FGD), wawancara semi-terstruktur dan dua film pendek.
Temuan utama
Kredibilitas media dan berita palsu: Data tersebut mengkonfirmasi temuan sebelumnya bahwa ada tingkat ketidakpercayaan yang tinggi terhadap media arus utama di kalangan kaum muda, seperti pada segmen lain dari penduduk Indonesia. Sebagian besar dari ketidakpercayaan peserta penelitian dalam proyek ini dipicu oleh bias politik yang jelas dari media arus utama, yang dikaitkan dengan fakta bahwa banyak mogul media telah menyampaikan ambisi politik sebagai calon presiden atau wakil presiden di masa lalu. Akan tetapi, tingkat ketidakpercayaan yang tinggi ini tidak disertai oleh kemampuan untuk menyaring informasi yang disampaikan oleh media atau memverifikasi kredibilitasnya.
Demokrasi: Para peserta mahir dalam mengidentifikasi isu-isu politik dan sosial yang memengaruhi Indonesia, tetapi hampir semua merasa bahwa solusi untuk masalah-masalah ini adalah pemimpin yang kuat dan ramah (persepsi yang bertahan bahkan hingga 20 tahun setelah jatuhnya rezim Orde Baru, yang mempromosikan mantan presiden Suharto sebagai bapak bangsa yang ramah), bukannya sistem demokrasi yang lebih kuat. Pemikiran seperti ini seragam di antara peserta, terlepas dari pemimpin yang dipilih peserta tersebut (mis. Jokowi atau Prabowo).
Pendidikan: Salah satu peserta dalam studi ini menyatakan bahwa ia ingin menjadi kepala desa dan tertarik mempelajari hubungan internasional untuk mewudujkan mimpi tersebut, karena Australia telah memberikan bantuan untuk sekolah di desanya. Bantuan Australia tampaknya memberikan dampak yang signifikan terhadap pandangan peserta tersebut mengenai pentingnya menjaga hubungan dengan orang-orang di luar perbatasan Indonesia. Upaya Australia untuk berinvestasi dalam pendidikan di Indonesia memberikan dampak positif yang nyata bagi persepsi pemuda Indonesia terhadap Australia dan pemahaman mereka (sekalipun terbatas) mengenai pemerintahan.
Hubungan antarindividu: Pembuatan dan sosialisasi film-film pendek menegaskan bahwa pembentukan hubungan antarindividu melalui interaksi langsung di lapangan dapat mengatasi perbedaan. Misalnya, penelitian etnografi yang digambarkan dalam film pendek menunjukkan bahwa para peserta merasa bahwa hambatan budaya lebih mudah diatasi daripada hambatan generasi. Mahasiswa Indonesia merasa lebih mudah untuk ‘berhubungan’ dengan pemuda pengungsi daripada dengan dosen Indonesia mereka, fakta ini tampaknya mengejutkan ketiga pihak. Fakta lain yang terlihat jelas adalah bahwa sebagian besar orang Indonesia tidak mengetahui bahwa ada pengungsi yang tinggal di Indonesia dan secara umum memiliki pandangan negatif terhadap pengungsi, karena kurangnya informasi atau peluang untuk berhubungan dengan mereka.
People
-
Dr Antje Missbach
Senior Research Fellow, Faculty of Arts/School of Social Sciences
Monash University -
Dr Dave Lumenta
Researcher & Lecturer, Faculty of Social and Political Sciences
Universitas Indonesia -
Outputs
Artikel Jurnal
Danau Tanu, Antje Missbach and Dave Lumenta, Introduction to Special Edition, Jurnal Antropologi Indonesia, Vol 38, No 1 (2017).
Dave Lumenta, Rhino Ariefiansyah and Betharia Nuhadist, ‘Performing Out of Limbo: Reflections on Doing Anthropology through Music with Oromo Refugees in Indonesia’, Jurnal Antropologi Indonesia, Vol 38, No 1 (2017).
Levriana Yustriani and Danau Tanu, ‘The hoax emergency’, Inside Indonesia, Edition 134 (Oct-Dec 2018).
Danau Tanu, Antje Missbach, Dave Lumenta (eds), Special Edition: Youth, Inside Indonesia, Number 134 (Oct-Dec 2018).
Pemutaran film
Film screenings, discussion panels, and musical concerts for ‘Respite’ and ‘Performing Out of Limbo’ held at the Goethe Institute, Jakarta and the Immigration Museum, Melbourne.
Media
Jakarta Globe: Documentary Films Offer Glimpse Into Lives of Asylum Seekers in Indonesia
SBS: ‘Limbo’