Mengatasi hambatan hukum dan tata kelola terhadap energi bersih di Indonesia dan Australia
Proyek bertujuan untuk membantu pembuat kebijakan dan legislator dengan cara melakukan identifikasi, investigasi dan mengulas tentang hambatan dan rintangan investasi di bidang energi bersih di Indonesia.
Indonesia adalah salah satu pengguna energi dan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di Asia Tenggara. Akselerasi pesat dari investasi di bidang pembangkit listrik tenaga energi terbarukan sangat diperlukan untuk menghindari jalur pembangunan yang intensif dan melekat terhadap karbon. Melalui riset komparatif, proyek bertujuan untuk mengidentifikasi hambatan investasi di bidang energi bersih di Indonesia dan Australia. Tujuan akhirnya dalah untuk membantu para pembuat kebijakan dan legislator merancang insentif energi bersih di kedua negara.
Laju investasi di bidang listrik tenaga energi terbarukan di Indonesia relatif lebih lamban dibanding dengan beberapa negara Asia lain. Para peneliti mempelajari undang-undang dan kebijakan yang berdampak pada investasi di bidang energi terbarukan di Indonesia, terutama undang-undang 2017 tentang feed-in tariff, dengan fokus terhadap proyek skala utilitas. Sebuah studi kasus tentang salah satu sektor yang paling menjanjikan untuk energi terbarukan dipilih di Indonesia – energi panas bumi. Proyek bertujuan untuk mendokumentasikan, melalui kombinasi riset meja dan wawancara lapangan, hambatan dan penyebab pengembangan panas bumi di Indonesia, dengan fokus utama pada reformasi hukum, institusi dan peningkatan implementasi undang-undang lingkungan hidup.
Panas bumi dipilih karena meskipun Indonesia memiliki salah satu sumber daya energi panas bumi terbaik di dunia, dan para lembaga pemberi pinjaman internasional menekankan tentang pentingnya pengembangan sektor tersebut, namun perkembangan tenaga listrik tenaga panas bumi masih lamban. Manfaat utama energi panas bumi dibandingkan dengan sumber tenaga rendah emisi lainnya adalah kemampuannya untuk memenuhi permintaan beban dasar, karena kapasitasnya untuk memproduksi listrik terlepas dari kondisi cuaca.
Meski demikian, Indonesia menggunakan kurang dari 5 persen dari estimasi potensi panas buminya. Ada beberapa tantangan untuk mengembangkan proyek panas bumi di Indonesia yang mencerminkan sifat unik investasi panas bumi dan undang-undang dan kebijakan Indonesia di bidang energi. Beberapa tantangan utamanya adalah sebagai berikut:
- Kurangnya ketersediaan data andal tentang sumber daya panas bumi.
- Tarif listrik yang tidak proporsional terhadap risiko dan biaya tinggi yang dikaitkan dengan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi.
- Waktu yang panjang dan komitmen developer yang memenangkan tender untuk melaksanakan pengembangan di dalam periode waktu yang telah ditentukan.
- Kebutuhan untuk memiliki kerangka undang-undang dan kebijakan yang stabil, dapat diprediksi dan mendukung, serta kepastian untuk proses lisensi dan akuisisi lahan.
Meskipun feed-in tariff dengan penetapan harga panas bumi sesuai definisinya telah berhasil menarik investasi komersial di beberapa negara Eropa, tantangan utama di Indonesia adalah tarif panas bumi yang sangat rendah yang ditawarkan oleh jaringan listrik negara, PLN. Feed-in tariff panas bumi dihitung sebagai biaya penghindaran PLN terhadap tenaga listrik dari sumber yang biasanya digunakan, umumnya batubara. Namun, biaya penghindaran tenaga listrik batubara – yang dihitung sebagai investasi keuangan diperlukan untuk membangun pabrik batubara – umumnya tidak memadai untuk membiayai produksi tenaga listrik dari panas bumi. Membuktikan bahwa energi panas bumi lebih berdaya saing ekonomi dibandingkan dengan batubara merupakan hal yang sulit di Indonesia karena ada banyak eksternalitas terkait dengan pembangkit tenaga listrik batubara tidak turut diperhitungkan di dalam analisa ekonomi.
Proyek ini mempelajari peran hukum dan tata kelola dalam mencapai transisi cepat menuju masa depan energi bersih di Asia, dengan konteks dua tantangan utama – pertama, mencegah bahaya perubahan iklim dengan cara mengurangi emisi dan kedua, kebutuhan untuk menyiasati akses terhadap energi yang terbatas, tidak aman dan tidak setara di wilayah masing-masing.
Ada yang mendeskripsikan tentang ‘trilema’ energi di Indonesia, dengan tiga aspek masalah utama, yaitu: ketahanan energi, mitigasi perubahan iklim dan pengentasan kemiskinan energi. Di Indonesia, ada kebutuhan mendesak untuk menjawab dua isu khusus: akses terhadap energi yang terbatas dan tidak setara, dimana ada lebih dari 60 juta jiwa yang hidup tanpa koneksi grid, dan efek yang mengganggu dari subsisi bahan bakar transportasi dan listrik yang bernilai triliunan rupiah. Aspek tata kelola dari masalah ini menjadi sangat penting. Misi International Energy Agency tahun 2008 mengidentifikasi bahwa peningkatan tata kelola menjadi elemen vital untuk mendorong investasi di bidang energi terbarukan. Riset ini ditujukan untuk mengisi kesenjangan di dalam literatur hukum, dengan tinjauan komparatif dari pembelajaran tentang penyusunan dan reformasi legislasi dan kebijakan energi di Indonesia dan Australia.
Pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana ambisius untuk tenaga listrik sumber baru, dengan rencana pencapaian kapasitas baru sebesar 35.000 megawatt. Bila angka ini merujuk secara eksklusif pada tenaga listrik dari bahan bakar fosil, maka Indonesia akan pasti berkontribusi pada emisi karbon dengan jumlah substansial dalam 40 tahun mendatang. Energi panas bumi menyediakan potensi kapasitas dasar tenaga listrik, namun tantangan pengembangannya adalah posisi karbon dan nuklir yang telah dikunci di antara para pengambil keputusan di ranah politik dan berbagai lembaga yang ada. Tantangan tambahan lainnya adalah harga yang sangat rendah untuk unit mekanisme pengembangan energi bersih, sehingga mereka menilai insentif proyek tidak efektif.
Reformasi substansial pada kerangka hukum untuk energi panas bumi terjadi di tahun 2014, dan ini menjadi titik tolak momentum sektor energi, dengan pengembangan proyek panas bumi dengan kapasitas 67MW berlangsung pada tahun 2014. Namun, undang-undang feed-in tariff masih gagal untuk mengikuti model dari luar negeri. Secara khusus, kewajiban distribusi dan transmisi dari provider untuk membeli listrik tenaga panas bumi masih kurang jelas. PLN telah menunjukkan keengganan untuk menandatangani perjanjian pembelian tenaga listrik (power-purchase agreement) untuk beberapa sektor energi terbarukan, terlepas dari undang-undang tarif, dan ketidakpastian ini membuat profil risiko bagi investasi asing menjadi lebih tinggi.
Riset membuka peluang bagi para peneliti bidang energi dari Australia untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang dilema energi internasional, sekaligus memfasilitasi partisipasi para jejaring peneliti dari antar disiplin ilmu yang lebih luas di dalam Cluster Energi dari Australia Indonesia Centre. Proyek ini juga menjadi dasar untuk proyek riset kedua di sektor PV.
People
Outputs
Draft articles
Prest, J.; Syarif, L., Widanaya, J. Overcoming legal and governance barriers to geothermal energy law in Indonesia. Target journal Asia Pacific Journal of Environmental Law
Renewable energy in Indonesia: A review of law and policy: context and challenges. Target journal Journal of World Energy Law and Business
Conference presentations
(November, 2014). Comparative approach to legal and governance barriers to clean energy in Indonesia and Australia. Presentation, Institut Teknologi Bandung.
(September, 2015). Geothermal energy law in Indonesia/ Hukum energi panas bumi di Indonesia. Australia Indonesia Centre workshop, University House, ANU.
(November, 2015). Energy transformation barriers : Factors common to Indonesia & Australia. Australia Indonesia Centre Small Grant Workshop, Presentation at Kemitraan, Jakarta.
(August, 2016). Regulatory and policy transformation for microgrid enablement, Meningkatkan hukum, regulasi dan kebijakan untuk mengaktifkan dan memfasilitasi microgrids energi terbarukan. Australia Indonesia Centre Energy Cluster Workshop, Universitas Airlangga, Surabaya.
(November, 2016). What’s blocking solar PV in Indonesia? Will the new FIT law work? Australian Photovoltaic Institute 2016 Asia-Pacific Solar Research Conference, ANU.
(April, 2017). Critical analysis of current regulatory frameworks to encourage investment in solar PV in Indonesia. Innovations Seminar Series, School of Regulation and Global Governance (Regnet), ANU.
(November, 2017) Law and policy to encourage renewable energy microgrids in Indonesia. International Tropical Renewable Energy Conference, University of Indonesia.