Keberlanjutan dan profitabilitas pertanian berbasis kakao di Sulawesi

Kakao adalah komoditas ekspor paling menguntungkan ketiga di Indonesia setelah kelapa sawit dan karet. Walaupun investasi pemerintah Indonesia melalui program GERNAS dirancang untuk menstimulasi produktivitas pertanian, produksi kakao menurun dari 550.000 ton pada tahun 2007 menjadi kurang dari 300.000 ton pada tahun 2018 akibat faktor agronomi dan sosio-ekonomi. Penurunan produksi ini berimbas pada berkurangnya ekspor biji kakao dan bertambahnya impor biji kakao, serta menghentikan operasi penggilingan di 9 dari 20 pabrik utnuk sementara waktu. Walaupun hasil panen lebih dari satu ton per hektar merupakan hal yang umum terjadi di masa lalu, lebih dari 85 persen petani kakao di Sulawesi kini memproduksi kurang dari 500 kilogram biji basah setiap tahunnya, senilai sekitar Rp 10 juta. Penurunan pendapatan telah memaksa petani kakao untuk mencari pekerjaan di luar sektor pertanian atau mengganti pohon kakao mereka dengan tanaman lain.

Proyek ini bertujuan mengidentifikasi peluang baru untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas kakao, meningkatkan mata pencaharian petani yang berbasis kakao serta menghidupkan kembali industri kakao Indonesia. Proyek ini menggunakan pendekatan interdisipliner, holistik yang mengkaji mata pencaharian di pedesaan, intensifikasi produksi kakao, diversifikasi ke sistem usaha tani campuran, tanaman tambahan atau usaha kecil yang terhubung dengan rantai pasokan kakao, akses ke pembiayaan dan layanan kesehatan masyarakat.

Metode

Proyek ini mengadopsi pendekatan terpadu yang mengkaji hubungan antara produktivitas kakao di sektor pertanian, mata pencaharian petani kecil, dan kebijakan di bagian hilir rantai nilai. Kendala terhadap produktivitas dan profitabilitas kakao diidentifikasi melalui studi utama tentang praktik produsen, kesehatan dan mata pencaharian, analisis transmisi harga dan dampak pajak ekspor kakao.

Sebuah studi tentang rantai nilai kakao dilakukan untuk komponen penelitian dari program studi S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Data pasar tentang penjualan biji mentah pada tahun 2015- 2017 dikumpulkan dari berbagai sumber publik termasuk Asosiasi Petani Indonesia dan New York Board of Trade. Analisis menggunakan Vector Error Correction Model, harga rata-rata bulanan dan standar deviasi digunakan untuk menghitung korelasi dan koefisien variasi, serta dampak pajak ekspor terhadap harga lokal.

Untuk mendukung studi lebih lanjut, data dasar tentang mata pencaharian, kesehatan, dan ekonomi rumah tangga dikumpulkan dari komunitas berbasis kakao di Kabupaten Polewali-Mandar, Sulawesi Barat. Empat desa di Kecamatan Anreapi dan Kecamatan Mapilli dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Rumah tangga dipilih menggunakan secara acak, dengan total sampel sebanyak 130 rumah tangga dari empat desa. Survei pertama mengumpulkan data dan informasi demografis tentang akses ke air, praktik sanitasi dan praktik pertanian, serta informasi terkait kesehatan pria (berusia lebih dari 15 tahun) dan mencakup data antropometrik, wanita (berusia 15-49 tahun) dan anak-anak (berusia di bawah 5 tahun). Survei kedua berfokus pada pendapatan dari kakao dan tanaman lainnya, konsumsi rumah tangga, pengeluaran untuk input pertanian dan ketersediaan pembiayaan.

Selain itu, proyek ini melakukan survei tentang persepsi konsumen terhadap cokelat niche di Australia. Wawancara dengan narasumber utama juga dilakukan. Wawancara dan data dari survei desa ini digunakan untuk mengembangkan kerangka kurikulum mata pencaharian, serta rekomendasi umum.

Hasil dan capaian

Volatilitas harga disebut sebagai kendala utama investasi petani dalam input pertanian dan praktik manajemen. Analisis hubungan antara harga internasional dan domestik menunjukkan bahwa fluktuasi harga internasional berdampak langsung terhadap harga domestik, kondisi ini memengaruhi petani.

Proyek ini mengidentifikasi tingkat ketidaktertarikan kaum muda terhadap pertanian kakao. Akses ke pembiayaan formal merupakan kendala utama. Studi ini menunjukkan bahwa akses ke pembiayaan meningkat dengan adanya literasi finansial.

Pendapatan rumah tangga lebih tinggi saat melakukan diversifikasi usaha tani dengan menanam jenis tanaman lainnya. Evaluasi model usaha tani campuran (kakao/kambing) menunjukkan penggunaan sumber daya yang efisien dan rasio biaya/manfaat yang menguntungkan.

Kendala kesehatan terhadap produktivitas terlihat di Polewali-Mandar, hal ini sesuai dengan perkiraan World Health Organization tentang kerugian substansial dalam produktivitas tenaga kerja karena kesehatan dan gizi yang buruk. Masalah kesehatan utama yang terdeteksi adalah tekanan darah tinggi (34 persen dari jumlah subsampel pria dewasa dan 30 persen untuk ibu hamil menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten, lebih tinggi dari rata-rata nasional), kurang gizi (undernutrition) (26 persen) dan gizi buruk (malnutrition) (23 persen) pada anak, tingginya tingkat obesitas pada orang dewasa (31 persen pada wanita dan 24 persen pada pria) dan nyeri sendi yang dilaporkan (28 persen pada wanita dan 33 persen pada pria). Sumber daya yang tersedia untuk pasien yang menderita gangguan kesehatan mental masih terbatas. Peran setiap gender di perkebunan kakao dibedakan, namun wawancara menunjukkan bahwa perempuan mendapat manfaat dari program penanaman sayuran untuk memperbaiki gizi serta menambah pendapatan.

Studi ini menyimpulkan bahwa pertanian kakao berbasis petani seperti yang saat ini dipraktikkan di Sulawesi tidak berkelanjutan. Tanpa manfaat dari ‘sewa hutan’, hasil panen tidak terlalu menguntungkan bagi perkebunan kecil karena volatilitas harga, kekurangan tenaga kerja dan kesehatan masyarakat yang buruk.

Kami merekomendasikan agar strategi berfokus pada upaya untuk mendorong produksi kakao berskala menengah dan beragam di lahan seluas 5-10 hektar. Studi menunjukkan bahwa agroforestri kakao skala menengah berpotensi untuk meningkatkan hasil panen dan stok karbon. Layanan keuangan dan kesehatan untuk desa-desa petani kakao perlu ditingkatkan, sebagai tindak lanjut dari konsultasi dengan masyarakat untuk mengidentifikasi kebutuhan dan prioritas mereka, untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Secara paralel, kami merekomendasikan pengembangan produksi kakao berskala besar dengan produktivitas tinggi. Upaya ini akan memerlukan insentif untuk mendorong investasi agro yang signifikan untuk membangun pertanian dengan produktivitas tinggi menggunakan fertigasi, genotipe terpilih dan manajemen intensif. Perusahaan semacam ini diperlukan untuk memenuhi kapasitas pengolahan di Indonesia yang saat ini belum digunakan.

People

Outputs

Journal article

Relation Analysis of International Cocoa Prices and Indonesian Cocoa Farmers’ Price after Export Tax Policy on Cocoa Beans
By Andini Nisurahmah, Nunung Nuryartono, Tanti Novianti (IPB University)
International Journal of Developing and Emerging Economies Vol.5, No.4, pp.1-13, December 2017