Meningkatkan outcome gizi pada bayi
Memberi makan bayi secara eksklusif dengan ASI sampai setidaknya di umur enam bulan, dan terus memberikan ASI pada saat bentuk makanan lainnya juga diperkenalkan, diketahui sebagai gizi terbaik di tahap awal kehidupan. Pola ini juga mengurangi peluang bagi anak untuk mengalami obesitas, dan mengurangi risiko mereka dari terkena penyakit jantung dan diabetes di kemudian hari. Namun saat ini, susu formula merupakan bisnis yang besar, dan produknyadipasarkan secara agresif dalam di seluruh dunia. Kondisi ini tetap terjadi meskipun ada berbagai upaya untuk pembatasan iklan melalui International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes (Aturan Pemasaran Internasional tentang Substitusi ASI) World Health Organisation yang diberlakukan pada tahun 1981. Isu tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah, dimana bagi penduduk yang aspirasional, membeli ssebuah produk lebih dianggap positif daripada menggunakan alternatif alami yang tidak berbayar.
Proyek ini bermaksud untuk mempelajari literatur yang ada di kedua negara; agar dapat meninjau potret dunia periklanan susu formula yang ada sekarang; dan untuk menelusuri dampak dari iklan susu formula terhadap sikap dan praktik orang tua dan tenaga profesional kesehatan dalam memberikan makanan kepada bayi.
Metode
Protokol penelitian yang sama digunakan di dua lokasi (satu di wilayah perkotaan dan satu di pedesaan) di Australia and empat lokasi (dua di wilayah perkotaan dan dua di pedesaan) di Indonesia. Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
- Tinjauan literatur dari basis data Australia dan Indonesia, yang mencari berbagai penelitian tentang pengaruh iklan susu formula. Proses ini digunakan sebagai tinjauan literatur untuk penelitian utama dan berguna dalam mengidentifikasi kesenjangan informasi yang ada, contohnya: angka ASI eksklusif di kedua negara.
- Potret dari iklan susu formula dan ketersediaannya di setiap lokasi penelitian. Pengawasan di toserba dan lokasi lainnya mencatat informasi tentang klaim kesehatan dan nutrisi pada kemasan, promosi harga dan insentif untuk paket kemasan makanan bayi, tampilan makanan bayi dan promosi pada titik penjualan, serta posisi peletakan secara berdampingan dan penggunaan merek secara bersamaan dari susu formula untuk perempuan hamil, menyusui atau susu untuk pertumbuhan (susu yang ditujukan bagi anak berusia 12 bulan atau lebih).
- Wawancara mendalam dengan tenaga profesional bidang kesehatan, para ibu, dan anggota masyarakat di lokasi terpilih.
Hasil temuan
Literatur terhadap dampak iklan dan pemasaran dari pemberian makanan untuk bayi pada umumnya masih berkualitas rendah, baik di Indonesia maupun Australia. Ada bukti bahwa perusahaan-perusahaan susu formula memberikan insentif bagi pekerjanya di Indonesia melalui pemberian sampel produk secara gratis, sesi pelatihan dan sejenisnya. Pemberian informasi kepada pekerja juga terjadi di Australia, dimana ada upaya yang memperlihatkan bahwa perempuan menganggap segala iklan susu formula (contohnya susu formula lanjutan) sebagai iklan untuk susu formula bayi. Ada kebutuhan besar atas penelitian-penelitian yang lebih mutakhir dan berkualitas tinggi untuk meninjau dampak dari iklan susu formula.
Baik di Australia maupun Indonesia, susu formula sangat mudah untuk dicari. Ada berbagai macam produk selain dari produk susu untuk bayi yang baru lahir– contohnya susu formula lanjutan untuk balita, susu formula untuk ibu hamil dan ibu menyusui, dan susu formula untuk orang lanjut usia. Ragam lini produk ini mungkin bentuk upaya normalisasi produk di dalam persepsi publik.
Penggunaan merek secara bersama-sama (co-branding) merupakan hal yang umum terjadi, seperti mengemas susu formula untuk bayi yang baru lahir dengan cara yang sama dengan pengemasan susu formula untuk anak-anak yang lebih tua. Kode kepatuhan iklan untuk susu balita dapat secara mudah ditafsirkan sebagai promosi susu formula bagi bayi yang baru lahir.
Di Australia, potret tersebut mengidentifikasi kegiatan promosi pada titik penjualan, promosi silang, klaim kesehatan, jasa pelayanan pemberian anjuran melalui telepon yang disediakan oleh perusahaan, dan hubungan pemasaran. Di Indonesia, potret tersebut mengidentifikasi kegiatan promosi pada titik penjualan, perolehan hadiah atas pembelian, insentif volume penjualan, promosi silang, klaim kesehatan dan nutrisi, dan penyajian secara aspirasional.
Hasil temuan utama dari wawancara terhadap tenaga profesional kesehatan serupa di kedua negara. Temua tersebut antara lain:
- Akses yang terbatas bagi tenaga kesehatan untuk memperoleh informasi dan pendidikan mandiri tentang susu formula.
- Bila informasi tidak tersedia, maka banyak tenaga kesehatan yang beralih ke periklanan.
- Di Indonesia, beberapa tenaga kesehatan secara pribadi mempromosikan atau memasok prduk susu formula (dalam praktik pribadinya).
- Di Australia, beberapa tenaga kesehatan menelantarkan orang tua dari pesan iklan.
- Saat kapasitas tenaga kesehatan untuk meninjau dan memperbaiki masalah ASI masih terbatas, susu formula menawarkan solusi yang ‘berbiaya rendah’.
Wawancara dengan para ibu menunjukan bahwa:
- Mereka membutuhkan lebih banyak dukungan dalam pemberian ASI, terutama di tahap awal.
- Tantangan berupa kurangnya informasi independen mengenai susu formula.
- Pendekatan rohani terhadap ASI (terutama di Australia) dapat mengkompromikani hubungan antara para ibu dengan tenaga kesehatan mereka.
- Para ibu cenderung untuk ‘mengobati’ permasalahan normal pada bayi yang baru lahir–contoh: terkait dengan gumoh pada bayi yang dianggap sebagai refluks – hal ini memberi kesan bahwa para ibu tersebut rentan terhadap iklan susu formula yang menawarkan solusi.
People
-
Associate Professor Kirsty Foster
Associate Dean (International) and Head, Office of Global Health
The University of Sydney -