Evaluation risiko PTM, PTM dan kerangka pemantauan PTM di Australia dan Indonesia
Penyakit Tidak Menular (PTM) saat ini merupakan penyebab utama dari kematian dan disabilitas di Australia dan Indonesia. Secara global, 60 hingga 70 persen kematian disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah. PTM mewakili sekelompok kondisi rumit yang sama-sama mempunyai ciri-ciri kronis dan tidak menular; sebagian besar PTM diasosiasikan dengan stigma tertentu, dan di berbagai tingkatan seringkali ditentukanoleh kondisi dan perilaku hidup. Banyak PTM dapat dicegah melalui penanggulangan risiko dan paparan sedari dini – sebagai contoh, diet yang buruk dan merokok tembakau – serta pendeteksian dini dan pengobatan risiko kesehatan seperti tekanan darah tinggi, kelebihan berat badan dan obesitas.
Kebijakan kesehatan baik di Australia dan Indonesia telah memberikan fokus terhadap PTM (dalam berbagai tingkatan), akan tetapi hal ini masih lebih banyak difokuskan pada kondisi yang timbul pada saat dewasa; kami semakin memahami bahwa dampak PTM terjadi sepanjang siklus hidup manusia. PTM yang mulai muncul di masa kecil dan remaja menjadi target yang penting bagi upaya intervensi, karena hal ini dapat memperbaiki kehidupan anak muda saat ini, kesehatan mereka di masa dewasa, dan kesehatan generasi selanjutnya. Berbagai strategi untuk mengurangi PTM masih terhalang oleh definisi PTM yang kurang memadai. Saat ini kami memahami bahwa PTM tidak hanya sebatas penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes dan kanker (yang umumnya menjadi fokus kebijakan), namun juga meliputi kondisi penting lain seperti gangguan mental.
Kualitas dan ketersediaan data kesehatan nasional tentang PTM berbeda-beda, baik di Australia dan Indonesia. Ada banyak lembaga yang memiliki data berharga, seperti RISKESDAS Kementerian Kesehatan Indonesia dan Survei Kesehatan Nasional dari Australian Bureau of Statistics. Namun, ada kesenjangan signifikan dalam frekuensi pengumpulan data, metodologi yang digunakan, outcome, risiko, dan faktor penyebab yang disampaikan dalam laporan. Kerangka laporan umumnya didefinisikan sebagai kelompok indikator yang digabungkan untuk menggambarkan status populasi. Kerangka laporan yang kuat dilengkapi dengan indikator yang didefinisikan dengan baik sehingga menjadi dasar akuntabilitas untuk PTM di Australia dan Indonesia.
Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mendefinisikan kerangka laporan komprehensif untuk PTM di Australia, yang disusun berdasarkan kerangka yang saat ini sedang digunakan.
Tujuan khususnya antara lain untuk:
- Mendefinisikan kerangkan laporan untuk outcome, risiko dan faktor penyebab PTM yang spesifik dan relevan bagi Australia dan Indonesia;
- Memetakan data, meninjau kualitas dari data yang telah dikumpulkan, serta mendefinisikan secara jelas indikator-indikator yang akan digunakan dalam kerangka laporan;
- Menganalisis data yang ada untuk menjelaskan profil PTM dan risikonya di Australia dan Indonesia;
- Di Australia: mempertimbangkan hal-hal yang dapat dimasukkan ke dalam kerangka laporan PTM untuk Aboriginal dan Torres Strait Islander Australians; dan
- Di Indonesia: Mempertimbangkan variasi daerah dalam PTM utama.
Riset mengembangkan kerangka laporan untuk outcome, risiko, dan faktor penyebab PTM. Kerangka laporan didefinisikan berdasarkan pendekatan penentuan prioritas yang dimodifikasi. Untuk kelompok usia utama dalam siklus kehidupan, tim mendefinisikan outcome dan risiko utama PTM dengan mempertimbangkan hubungannya dengan kesehatan dan kebijakan publik . Dalam hal penyebab PTM, kami menggunakan Commission on Social Determinants of Health (Closing the Gap in a generation) untuk mempertimbangkan penyebab utama, dan berkonsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan serta meninjau sistem pengumpulan data yang ada saat ini. Dengan meninjau kerangka PTM yang dapat dipenuhi dengan suara perwakilan nasional, data riset dapat menghasilkan hasil temuan bahwa;
- PTM tidak terbatas pada penyakit kadiovaskular, diabetes, kanker dan penyakit pernapasan kronis (yang dahulu menjadi fokus kebijakan). Pelaporan PTM di Australia dan Indonesia, perlu meliputi fokus pada gangguan muskuloskeletal, kesehatan mental yang buruk, penyakit syaraf (termasuk dementia), kondisi kronis pada kulit, penglihatan, dan gangguan pendengaran, gangguan sistem endokrin dan kondisi ginekologis, karena seluruh hal tersebut berkontribusi terhadap beban penyakit di kedua negara dan dapat dicegah pada tahap tertentu. Kunci pencegahan di kedua negara tersebut adalah dengan mengukur faktor-faktor risiko dan penyebabnya.
- PTM dapat muncul sepanjang siklus hidup dan tidak hanya sewaktu dewasa. PTM yang timbul saat masa kanak dan remaja menjadi sasaran penting bagi intervensi karena dapat memperbaiki kesehatan anak muda saat ini, kesehatan mereka saat dewasa, dan kesehatan generasi yang akan datang.
- Sistem data di Australia dan Indonesia yang ada saat ini baru mengukur sebagian, PTM yang relevan, namun belum secara keseluruhan, dan pengukuran tersebut dilakukan terhadap berbagai kelompok usia. Ada kebutuhan untuk terus berinvestasi terhadap pengukuran objektif, serta memperluas pengukuran tersebut sepanjang siklus kehidupan di kedua negara. Satu kelebihan yang ada di Australia adalah pendaftaran atas penyakit kanker, dimana dapat menjadi hal yang dapat diperbaiki di Indonesia. Kolaborasi antar negara untuk memperbaiki metode pengumpulan data untuk penyakit kanker di Indonesia dapat menjadi peluang untuk memperluas cakupan pengumpulan data atas PTM utama.
- Masyarakat adat Australia asli memiliki profil PTM yang berbeda – umumnya. PTM terjadi di usia yang lebih awal dengan kondisi yang lebih berat. Ada konteks kebijakan yang berbeda dan peluang unik untuk merespon situasi demikian. Oleh karena itu, dibutuhkan kerangka laporan PTM yang berbeda.
Di daerah, kondisi PTM di Indonesia berbeda-beda. Ketidaksetaraan kondisi kesehatan secara geografis di penjuru kepulauan membutuhkan pemmantauan berkala dalam rangka dapat mengambil peluang unik untuk melakukan perubahan.
People
-
Dr Peter Azzopardi
Senior Research Fellow, Department of Paediatrics
Murdoch Childrens Research Institute -
Associate Professor Ansariadi Ancha
Head of Department of Epidemiology, Faculty of Public Health
Universitas Hasanuddin