Membuat kebiasaan merokok tidak normal di kalangan anak muda: program pencegahan merokok berbasis sekolah

Tingginya jumlah remaja yang merokok telah menjadi salah satu kekhawatiran atas pengendalian tembakau di Indonesia. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka remaja perokok tertinggi di dunia. Paparan pelajar terhadap kegiatan merokok sangat tinggi, baik di lingkungan rumah maupun sekolah. Tiga dari lima anak-anak usia 13 sampai 15 tahun terpapar rokok di rumah, sedangkan tujuh dari 10 anak-anak melihat kegiatan merokok di lingkungan sekolahnya. Data GYTS juga menunjukan tiga dari lima anak usia 13-15 tahun di Indonesia telah melihat iklan rokok di gerai penjualan rokok, serta telah terpapar kegiatan merokok di rumah atau di area umum. Ketersediaan produk tembakau juga tinggi di Indonesia, dengan tiga dari lima anak dapat membeli rokok di toko kelontong dan kios-kios tanpa dibatasi. Dengan tingginya paparan dan kemudahan untuk mengakses rokok tersebut, maka hal yang wajar jika sebanyak 20 persen remaja sekolah menengah pertama, atau satu dari lima anak-anak usia 13-15 tahun di Indonesia, telah merokok.

Karena adopsi kebiasaan merokok terjadi di usia dini, masa muda menjadi periode kritis untuk melakukan tindakan pencegahan merokok dan memulai penurunan tingginya prevalensi pemakaian tembakau di Indonesia. Untuk mencegah pemakaian tembakau pada anak muda, program kendali tembakau komprehensif perlu mengkombinasikan strategi pendidikan, klinis, perangkat peraturan, ekonomi dan sosial. Program pencegahan merokok di sekolah-sekolah, di antaranya, dianggap sebagai strategi yang paling efektif untuk mengurangi dimulainya merokok pada usia remaja. Para guru telah terbukti sebagai populasi pelopor yang signifikan dalam pengendalian tembakau; mereka adalah lambang dari norma masyarakat dan dapat menjadi instrumen dalam program kendali tembakau di sekolah.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives memiliki fokus yang kuat terhadap masalah kesehatan dan masalah yang terkait dengan anak muda. Dengan pertimbangan bahwa masalah perokok muda dapat mempengaruhi penduduk yang sehat, CISDI mengembangkan suatu program yang bertujuan untuk mengintegrasikan modul pendidikan bahaya merokok tembakau ke dalam kurikulum kelas tujuh saat ini pada dua target sekolah di Jakarta. CISDI bermaksud untuk memperbaiki pengetahuan para pelajar sekolah menengah pertama tentang dampak yang merugikan dari merokok dan untuk memberikan keterampilan non-teknis dalam mempengaruhi perilaku, sehingga dapat membantu untuk mengurangi keinginan dan niat mereka untuk merokok.

Proyek ini terdiri dari strategi pengelolaan dalam ruang kelas, yang menyediakan kurikulum akademis yang telah ditingkatkan, dan dirancang untuk memperbaiki pengetahuan tentang risiko kesehatan dari merokok, dan juga lokakarya yang dipimpin anak muda yang dirancang untuk membangun dan memperbaiki keterampilan non teknis di antara pelajar agar mengurangi dimulainya merokok secara dini. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa sebagian besar pelajar (78,4 persen) mulai merokok pada saat usia mereka lebih muda dari 12 tahun. Prevalensi dari perokok tembakau atau pengguna rokok elektrik melalui laporan mandiri pada tahun akademis ini sebesar 26,05 persen, dengan 8,45 persennya yang merupakan perokok saat ini. Bagi yang tidak lagi merokok, 12 persen di antaranya telah mencoba rokok elektrik (e-cigarette).

CISDI yang berkolaborasi dengan relawan dan konsultan pendidikan, melakukan peninjauan literatur terhadap silabus sekolah menengah pertama yang ada saat ini untuk memformulasikan modul terpadu. Kami menganalisis permasalahan bebas-rokok yang paling sesuai dengan silabus dan berdasarkan analisis ini, muncul lima unit pelajaran dan tiga permasalahan bebas-rokok.  Permasalahan yang dianggap relevan adalah area bebas-rokok, dampak bahaya tembakau, dan iklan tembakau. Permasalahan ini diintegrasikan ke dalam pelajaran ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, matematika, bahasa dan pendidikan kewarganegaraan.

Modul ini diterapkan selama lima minggu di SMP 97 dan SMP 7, Jakarta Pusat. Sembilan guru menyampaikan pendidikan bebas-rokok melalui lima unit pelajaran kepada 142 pelajar di kelas tujuh untuk membangun pengetahuan dan perilaku yang lebih kuat terhadap kebiasaan bebas-rokok.

  • proyek ini mengintegrasikan dampak negatif merokok ke dalam kurikulum pelajar sekolah menengah pertama di kelas tujuh. Konten ini diintegrasikan ke dalam lima mata pelajaran.
  • tahap pertama adalah membangun kapasitas relawan untuk membantu proses penyiapan dan penerapan modul.
  • tahap kedua mengintegrasikan modul yang telah disiapkan berdasarkan topik dari mata pelajaran. Modul diterapkan oleh para guru yang telah dilatih sebelumnya.
  • tahap ketiga merupakan pelatihan keterampilan non teknis untuk memperbaiki perilaku pelajar terhadap kebiasaan merokok.

Konsumsi rokok di Indonesia telah mencapai tingkat epidemi yang mengancam penduduknya, terutama generasi mudanya. Paparan yang tinggi dari iklan rokok dan merokok sejak usia dini mempunyai peran signifikan dalam menciptakan persepsi positif kegiatan merokok. Meski hampir 70 persen pelajar telah diinformasikan mengenai bahaya merokok di sekolah, jumlah program pencegahan merokok secara formal yang diterapkan dalam sekolah-sekolah di Indonesia masih sedikit.

Dampak yang lebih luas dari proyek ini ialah pengalaman yang mengintegrasikan informasi pendidikan tentang rokok dalam kurikulum sekolah di Jakarta. Pendekatan yang dilakukan sebelumnya hanya mengintegrasikan informasi ke dalam pelajaran sains, sementara proyek ini memperluas mata pelajaran yang mencakup informasi mengenai tembakau. Praktik memberikan pengalaman dan pengetahuan baru untuk kendali tembakau di Indonesia, baik dalam hal metode maupun konten. Pada bulan Mei, hasil dari proyek ini dipaparkan di Indonesian Conference on Tobacco Control or Health (Konferensi Indonesia tentang Kendali Tembakau atau Kesehatan) di Surabaya, yang diapresiasi oleh para delegasi dan para delegasi kemudian mengusulkan kolaborasi untuk pengembangan modul dan penerapannya.

People

  • Anindita Sitepu
    Programme Director
    Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative