Essay Series: ‘Awas! Bahaya! Hentikan Pencampuran Ras! Kelas dan Ras dalam pembentukan identitas nasional Australia’ by Alice Pung

Esai ini merupakan bagian dari serangkaian ditugaskan oleh Pusat Australia-Indonesia, termasuk penulis terkemuka dan komentator dari Indonesia dan Australia masing-masing, yang memeriksa secara dekat masyarakat mereka sendiri, budaya dan situasi politik.

Diterjemahkan oleh Lily Yulianti Farid

Saat engkau sedang hamil kurang lebih tujuh bulan, dan engkau bersama suamimu pergi ke sebuah toko perkakas tak jauh dari rumahmu. Dua puluh menit kemudian, saat engkau kembali ke tempat parkir, dan menemukan seseorang ternyata telah menaruh secarik kertas di kaca mobilmu, dijepit di antara wiper. Awalnya engkau pikir kertas itu adalah lembaran iklan, tapi saat Nick, suamimu, membuka kertas itu dan membaca isinya, ia lantas menjadi sangat emosi. “Saya akan cari tahu apakah di mobil lain juga ada kertas seperti ini,” ia memberitahumu, dan setelah beberapa saat ia kembali. Ternyata tak ada orang lain  yang mendapatkan kertas yang sama, seperti yang ditaruh di kaca mobilmu.

Engkau mengambil kertas itu darinya. Awalnya, kertas itu tampak seperti iklan yang hanya difotokopi dengan kualitas buruk: gambar seorang anak laki-laki berkulit hitam dengan seorang anak perempuan berkulit putih, keduanya berusia sekitar sepuluh tahun, berpakaian rapi, mungkin diambil dari iklan sebuah seri komedi situasi di Amerika, produksi tahun 80an. Kedua anak itu berada di dalam lingkaran, yang awalnya engkau pikir adalah bingkai dari gambar itu, hingga kemudian engkau sadar bahwa gambar di dalam ligkaran itu terbagi empat oleh garis tipis panjang. Lalu ada tulisan dalam huruf kapital: HENTIKAN PENCAMPURAN RAS. Lalu sadarlah engkau– anak-anak dalam gambar itu ternyata berada dalam lingkaran sasaran tembak.

“Jangan khawatir,” katamu pada suamimu. “Saya yakin bahwa orang yang menaruh poster HENTIKAN PENCAMPURAN RAS itu, memiliki koleksi poster dengan berbagai macam topik yang dibawanya ke mana-mana, jadi saat dia melihat dua laki-laki yang berpegangan tangan, maka ia akan mengancungkan poster bertulis HENTIKAN PERNIKAHAN SESAMA JENIS dan bila ia melihat seseorang dengan kepala merah dan hidung besar, maka ia akan mengancungkan poster bertulis STOP ORANG YAHUDI.”

Bagimu, kejadian itu bukan hal yang merisaukan. Bisa jadi beberapa orang berpikiran picik sedang duduk di dalam mobil mereka dan menunggumu bereaksi. Engkau membayangkan, mereka tersenyum, dengan bibir dipenuhi bercak nikotin, sambil mengisap rokok yang harganya disubsidi para pembayar pajak, seraya berpikir, Ha! Selebaran itu akan memberimu pelajaran, wahai perempuan tak tahu malu, pelaku pernikahan antar-ras!

Saat engkau menceritakan ini kepada kawan-kawanmu di kampus, tempatmu tinggal dan belajar, kawan-kawanmu akan tersentak dan  marah. “Itu sudah pasti dilakukan orang yang sakit jiwa,” kata mereka. Atau, dengan berang berkata, “Siapa orang-orang itu? Mereka tidak mewakili saya atau negeri ini!”

Tapi engkau tahu siapa orang-orang ini. Oh ya. HENTIKAN PENCAMPURAN RAS dan ini membuatmu melihat perjalanan hidupmu ke belakang. Engkau berusia enam belas tahun, bekerja sebagai penjaga di toko perlengkapan elektronik milik ayahmu, lalu datang para pengunjung perempuan yang berusia lanjut, yang berkata,”Saya minta dilayani oleh penjaga toko yang Orang Australia…” Dan engkau pun patuh, mencari penjaga toko lainnya, Joe yang orang Italia, atau Jim yang orang Macedonia.

Saat engkau berusia sepuluh tahun, ibu mengantarmu pulang dari sekolah, dan ia melihat seorang pria yang memotong rumput di halaman, di seberang jalan. “Coba kau tanyakan pada pria itu, berapa biaya yang ia kenakan untuk memotong rumput,” kata ibu kepadamu. Ibumu tidak bisa berhasa Inggris. Dan satu-satunya bahan bacaan yang dibacanya adalah iklan Kmart dan Bilo yang ada di kotak surat setiap Selasa. Tapi kau patuh pada ibumu. Pria itu, seorang pria tua dengan wajah yang seperti dendeng daging sapi yang terlalu lama berada dalam kemasan, berteriak ke arahmu: “SAYA TIDAK MAU MEMOTONG RUMPUT UNTUKMU! Lalu kau berkata pada ibumu, “Pria itu tidak memotong rumput milik orang lain.” Tapi ibumu bersikeras, “Tentu saja ia memotong rumput orang lain. Saya melihat dia memotong rumput orang-orang di sekitar sini. Tanyakan lagi! Ia tidak bisa mendengarmu dengan baik karena suara mesin pemotong rumput yang bising!” Lalu engkau kembali bertanya kepada pria itu. Sang pria kembali berteriak, “SAYA TIDAK MAU MEMOTONG RUMPUT UNTUKMU. PERGI DARI SINI!” Engkau terpukul dan merasa dipermalukan. Dan di saat itu juga engkau membenci sang pria yang mirip dendeng sapi itu dan juga membenci ibumu karena tidak paham situasi yang terjadi.

” ‘Dasar China pelit,’ gerutu Corrina, murid berusia tiga belas tahun, yang berdarah campuran Australia…”

Ibumu tidak perduli apakah engkau bisa membaca atau tidak di sekolah, ketakutannya yang terbesar adalah bahwa cepat atau lambat engkau tidak bisa lagi bicara dalam bahasa yang sama dengannya. Engkau bersama saudara lakilaki dan saudara perempuanmu kini berbicara dalam Bahasa Inggris. Dialek Teochew yang terkesan kuno tidak bisa lagi kau gunakan untuk menggambarkan keajaiban-keajaiban tertentu, seperti pro dan kontra dari kekuatan dan karakter dari setiap anggota Kura-Kura Ninja. Karenanya orangtuamu mengirim kalian untuk belajar bahasa ketiga, setiap minggu, bahasa yang dapat menjadi bahasa pengantar.

Kelas Bahasa Mandarin hanya berlangsung tiga jam setiap Sabtu pagi, dengan setengah jam istirahat di antaranya. Karena engkau dikelompokkan berdasarkan kemampuan berbicara dan menulis, maka terdapat murid berusia lima belas tahun di antara anak-anak kecil yang berasal dari China Daratan, yang membuatmu tidak merasa terasing. Dan bila dibandingkan dengan kondisi sebenarnya sekolah di China, bagi anak-anak yang berasal dari negara itu, apa yang engkau jalani di kursus Bahasa Mandarin ini tak ubahnya sebuah liburan. Selama musim panas, semua murid membawa permainan balon busa sabun, yang dalam waktu sekejap akan membuat kelas menjadi basah dan membuat para guru Bahasa Mandarin yang berasal dari China Daratan kerepotan karena  harus berhadapan dengan kelas yang tak ubahnya berisi orang mabuk yang liar, basah dan tak terkendali.

Selama masa libur sekolah, banyak di antara kalian yang tidak mengerjakan PR, sehingga kepala sekolah, Easter Wu, mengiming-imingi hadiah uang bagi murid yang menyelesaikan PR. Dua dolar untuk tulisan terbaik di kelas, dan satu dolar untuk juara kedua. “Dasar China pelit,” gerutu Corrina, murid berusia tiga belas tahun, yang berdarah campuran Australia, yang merupakan teman sekelasmu. Ia membujuk seorang murid berusia tujuh tahun yang ada di dekatnya, “Hei kamu, aku akan memberimu satu dolar, jika kamu berani berkata, “Saya tidak mau menjadi Orang China!”

Kedua mata James, murid berusia tujuh tahun itu, berbinar dengan tawaran itu: ia dapat menghabiskan berjam-jam untuk mencontek kisah-kisah tanpa plot di buku teks yang ditulis dan dijual oleh Kepala Sekolah, yang semua kisahnya tentang bagaimana menawarkan buah-buahan kepada orang yang sudah tua – Nenek, makanlah stroberi ini! Terima kasih, Nak. Kakek, ambillah pisang ini! Sini, mari saya kupaskan untukmu! Wah! Engkau anak yang baik. – disertai dengan gambar ilustrasi yang melukiskan kepatuhan kepada orang yang lebih tua. Kalau James ingin uang satu dolar, ia cukup memenuhi permintaan Corrina.

Maka James pun  berkata, “Saya tidak mau menjadi Orang China! Heh heh.”

“Ini satu dolar untukmu.”

Untuk pada guru yang selalu rajin mengajar yang berasal dari China Daratan, Corrina bisa jadi adalah alasan yang paling baik untuk HENTIKAN PENCAMPURAN RAS

***

Engkau tumbuh dengan kakek nenek yang bertahan di tengah bencana kelaparan di China, dengan para paman yang bertahan di tengah Revolusi Kebudayaan, dengan seorang ayah yang selamat dari Ladang Pembantaian di Kamboja, dengan seorang ibu yang mengalami berbagai peristiwa setelah jatuhnya Saigon, dan engkau belajar bahwa untuk bisa bertahan, engkau harus berbaur, berusaha dan mengubah dirimu agar tidak tampak dan menjadi sasaran. Engkau tidak pernah tahu kapan sasaran itu akan berubah, bergantung pada tingkah para pemimpin politik, dan engkau mengulur waktu, dan terus menunggu, agar ujung senapan tidak menyasarmu. Saat engkau berusia delapan tahun, ada orang yang melempari kaca jendela rumahmu dengan batu, tapi orangtuamu tidak memperbaiki jendela yang rusak itu. Ibumu hanya selalu menutup tirai dan dengan diam kembali meneruskan pekerjaannya di garasi.

Engkau tumbuh di sebuah kawasan pabrik yang tidak pernah pulih dari resesi di tahun 1980an. Rumah-rumah bersubsidi milik pemerintah yang kosong, menjadi pemandangan lazim di sepanjang jalan-jalan di Braybrook, seperti sederetan gigi yang membusuk dan sudah sangat memprihatinkan kondisinya. Keluarga-keluarga yang tua pindah ke daerah yang lebih pinggir untuk mencari pekerjaan baru. Karena harga sewa rumah sangat murah, keluarga-keluarga  baru lantas pindah ke kawasan yang dulunya identik dengan kelas pekerja, yang kini tidak menyediakan pekerjaan – orang-orang Vietnam, Tonga, Kamboja, orang-orang dari Dataran China. Tapi kaum migran baru ini adalah sumber daya. Mereka bekerja sebagai pemetik buah musiman, atau bekerja di wilayah-wilayah pemukiman yang jauh, di mana banyak pabrik yang beroperasi, atau mereka menjahit di garasi-garasi pengap yang terletak di belakang rumah. Mereka tidak keberatan harus menempuh perjalanan selama empat jam setiap hari dengan bus. Mereka tidak keberatan karena harus makan mi instan dua kali sehari. Ada di antara mereka yang bahkan bisa menabung untuk memulai usaha kecil.

“…bagaimana mungkin pemerintah membantu para pengungsi dan bukannya membantu mereka? Ini benar-benar menimbulkan kemarahan!”

Sementara, itu, penutupan pabrik-pabrik membuat para keluarga kelas buruh kulit putih yang dulunya bangga pada pekerjaan mereka, melahirkan generasi kedua dan ketiga yang hanya bergantung pada layanan jaminan sosial. Seperti halnya ibumu sendiri, satu-satunya bahan bacaan yang dikonsumsi oleh generasi ini adalah iklan toko swalayan, satu-satunya berita yang mereka tonton adalah tentang orang berkulit kuning dan cokelat di TV, dalam laporan terkini, yang terlibat dalam peredaran obat-obat terlarang dari Asia tenggara, imigran gelap yang datang ke Australia untuk merampas pekerjaan mereka, dan orang-orang Indonesia yang memenjarakan Schapelle Corby –terpidana narkoba- yang digambarkan sebagai perempuan Australia yang baik dan menyenangkan. Acara lain yang mereka tonton di TV adalah Serial “Neighbours”. Di tahun 1993, keluarga Asia yang pertama kalinya muncul di serial ini, adalah keluarga Lims dari Hong Kong, yang dituduh memanggang anjing kesayangan milik tetangga.

Tapi keluarga-keluarga lama di Braybrook hampir tidak pernah melihat tetangga mereka yang orang Asia, hanya untuk tahu apakah mereka juga tega memanggang hewan piaraan atau tidak. Dan satu dekade kemudian, mereka memperhatikan bahwa orang-orang China itu telah membeli Toyota Camry, yang kini terparkir di halaman. Ketika tidak seorang pun di keluarga mereka yang pernah memiliki mobil baru, dan mereka masih saja bekerja memasukkan iklan-iklan ke kotak-kotak surat demi untuk mendapatkan beberapa dolar, mereka pun gusar dan bertanya bagaimana mungkin pemerintah membantu para pengungsi dan bukannya membantu mereka? Ini benar-benar menimbulkan kemarahan! Dan keesokan harinya, seusai jam kerja, ayahmu memperhatikan bahwa seseorang telah membuat goresan penuh kemarahan dengan cat warna perak di bagian belakang mobilmu.

***

Beberapa tahun lalu, engkau sedang mengantri di sebuah toko di dekat rumahmu. “Ini belanjaanmu, sayang,” kata penjaga toko di belakang meja kasir. Ia, seorang perempuan yang berambut pirang dan mengenakan anting-anting segitiga. Ia menyerahkan uang kembalian dan beberapa lembar handuk yang engkau beli, yang dibungkus di dalam sebuah tas. Engkau masih asyik melihat-melihat kaos-kaos kaki yang dijual dengah harga diskon, ketika engkau sadar ada seorang pria yang juga antri  di meja kasir. Pria itu mengenakan pakaian yang sudah sangat ketinggalan zaman, yang biasanya dipakai imigran yang baru tiba. Dengan sopan ia meminta tas pembungkus. Ia membeli seprei polyester yang terbungkus plastik transparan yang licin. Tapi wanita si penjaga toko berkata, “Tidak ada tas plastik.” Seharusnya penjaga toko itu bisa saja berkata, “Maaf kami tak punya tas yang cukup besar.” Atau sebagai penjaga toko yang baik, ia harusnya bisa memberikan dua tas yang digabungkan agar bisa memuat seprei yang besar itu, atau menggunakan tali untuk mengikatnya. Tapi ia tidak melakukannya.

Dan inilah saat di mana engkau merasa bahwa engkau dalam keadaan aman, karena engkau telah berbaur dengan baik, sebab di belakangmu berdiri seorang pria Sudan berkulit hitam. Kelegaan yang engkau rasakan, bercampur rasa bersalah dan kasihan – kata yang tidak lagi kita gunakan hari ini – terhadap orang-orang yang baru tiba – sungguh besar. Engkau kini adalah pengamat yang tak terlihat, dan anggapan bahwa engkau bukan lagi orang asing, ternyata bisa berdampak pada orang asing lainnya.

Pria itu menundukkan pandangan dan kepala, lalu mencoba lagi. “Maaf, saya harus membawa belanjaan ini ke kereta. Saya tak bisa membawanya seperti ini. Dapatkah Anda membantu saya?” Pria bertubuh tinggi ini menunduk untuk memohon mendapatkan dua tas plastik. Ini pemandangan yang sungguh memilukan. Pelayan toko itu kemudian melemparkan dua tas plastik ke arah pria itu, dan membalikkan badan untuk merapikan meja kasir.

***

Beberapa tahun kemudian, engkau sudah keluar dari Braybrook dan kini engkau mendapat pekerjaan yang layak, yang resiko kecelakaan kerja yang paling bahaya yang bisa engkau alami hanyalah bila jarimu teriris kertas atau bila dengan ceroboh engkau menumpahkan teh, bukan kecelakaan kerja misalnya lenganmu putus  terpotong mesin karena ceroboh bekerja di pabrik. Engkau harus menulis tentang masa kecilmu dan bicara tentang isu ras di forum-forum publik, dan karena engkau dalam posisi yang nyaman dan terhormat, tak ada yang tampak buruk lagi. Engkau bahkan menertawakan HENTIKAN PENCAMPURAN RAS saat engkau berada satu panggung dengan ahli hukum Australia yang terkenal dan penyiar ABC, di sebuah festival penulis, membahas identitas nasional Australia. Ahli hukum mengatakan bahwa identitas Australia tidak ada hubungannya dengan orang Austrlaia, yang sebagian besar, adalah orang yang baik. “Yang terjadi, seolah-olah kita menjalani hidup kita seperti apa yang digambarkan media,” katanya. “Rasisme di Australia sangat erat kaitannya dengan kelas,” kata penyair ABC, “dan kecuali bila kita melihat isu perbedaan kelas, atau mempertanyakan persepsi kita tentang kelas pekerja, xenophobia dan rasisme tidak akan berubah.”

Tidak akan ada seorang pun yang akan bersikap rasis terhadap dokter keluarga keturunan China….

Kita membutuhkan serangkaian dialog mengenai hal-hal yang membentuk identitas nasional. Setiap orang setuju dengan hal ini, selama sesi tanya jawab yang dibuka di akhir panel diskusi. Kita perlu untuk memulai percakapan ini, sebagai orang Australia biasa, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kita tidak rasis. Tapi tahukah kalian bahwa di Braybrook, tidak ada orang yang memulai percakapan seperti ini. Ada pepatah Burma yang mengatakan jangan buang waktu bermain biola di hadapan seekor kerbau. Tapi bagi orang-orang yang tumbuh bersamamu, kawan dan keluarga dari kelas pekerja, siapa yang punya waktu bermain biola bila ada ladang dan sawah yang perlu dibajak?

***

Suamimu dan engkau sendiri tidak bicara mengenai HENTIKAN PENCAMPURAN RAS secara serius, kalian melihatnya sebagai lelucon yang bisa dibagi dengan orang lain. Hari-hari belakangan ini, HENTIKAN PENCAMPURAN RAS tidak membawa dampak apa-apa padamu, sebab engkau dilindungi oleh kebaikan dan kepatutan yang ditunjukkan teman-teman barumu, yang sebagian di antara mereka bahkan belum pernah mendengar tentang Braybrook. Tidak seorang pun, kecuali mereka yang mengidap penyakit jiwa, yang berani bersikap rasis terhadap seorang pengacara hak-hak pekerja. Pengacara yang boleh jadi justru membantu mereka bila dipecat secara sewenang-wenang dan mengajukan keberatan ke pengadilan.  Tidak akan ada seorang pun yang akan bersikap rasis terhadap dokter keluarga keturunan China. Kita tentu saja prihatin pada orang bodoh yang meletakkan kertas berisi ancaman di kaca mobil seorang penulis! Isi ancaman itu akan diterbitkan, dan bisa jadi disebarkan ke sekolah-sekolah, dan janga-jangan engkau justru bisa saja dibayar karena melakukan itu. Sementara itu, HENTIKAN PENCAMPURAN RAS mungkin tidak bisa hilang dari kawasan yang rawan, tapi gemanya tidak akan luas, hanya sebatas poster itu saja. Tertawailah mereka! Tapi di pihak lain, engkau juga sadar bahwa dirimu adalah pengecut – HENTIKAN PENCAMPURAN RAS dan dirimu tengah terlibat perang kertas, yang membedakannya bahwa engkau memiliki kemampuan menyebarkannya.

Yang benar-benar menunjukkan keberaniannya justru teman-temanmu yang mengambil tindakan yang bahkan melampaui wacana akan perlunya Dialog Nasional soal ras di Australia. Mereka melakukan aksi nyata. Temanmu di Kursus Bahasa Mandarin boleh jadi akan mengejar pelaku yang menyebar kertas bertulis HENTIKAN PENCAMPURAN RAS di tempat parkir, mencabut plat mobilnya, berteriak “Sialan kau orang rasis tolol!” dan kemudian meminta bantuan kawan-kawan Lebanonnya untuk merusak mobil atau menonjok wajah sang pelaku. Dan tak diperlukan penjelasan lebih jauh tentang ini.


Alice Pung is an award-winning Australian writer whose books include Unpolished Gem, Her Father’s Daughter and Laurinda. She edited Growing Up Asian in Australia, a collection of stories which has now become a high school textbook, and Unpolished Gem has been translated and published in Indonesia, German and Italian. Alice’s books have also been published in the US and UK. She is currently the Artist in Residence at Janet Clarke Hall, the University of Melbourne, and writes frequently for Australian magazines and newspapers. In 2016, Alice was RMIT’s Established Writer on the Writers on Cultural Exchange Program to Sun Yat Sen University, Guangzhou. She is an Ambassador of the 100 Story Building and Room to Read.